Makalah Ilmu Jiwa Agama



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbagan manusia dilandasi kepercayan beragama. sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika, kebutuaan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kesetabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
Dalam syari’at Islam masalah pemilihan jodoh sudah diatur sedemikian rupa. Jika mereka yag sedang mencari jodoh hendaknya menerapkan atau mempraktikan apa yang diajarkan dalam syari’at Islam, maka perkawinan akan berada di puncak keharmonisan, kecintaan, dan keserasian, serta kenyamanan dalam beribadah.
Aspek yang sangat penting bagi janin sebelum lahir di dunia nyata sebenarya adalah naluri agama. Naluri agama sudah ada sejak janin belum lahir di dunia. Hendaknya orang tua selalu mendekatkan diri kepada Tuhan yang nantinya akan berpengaruh pada janin yang dikandungnya.

B.            Permasalahan
1.      Apa yang dimaksud dengan Psikologi Agama?
2.      Apa ruang lingkup Psikologi Agama?
3.      Apa saja dasar Psikologi Agama?
4.      Apa tujuan Psikologi Agama?
5.      Apa yang dimaksud dengan Fase Pranatal?
6.      Apa saja Tahap Perkembangan Prakelahiran?

C.           Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Psikologi Agama
2.      Mengetahui apa ruang lingkup Psikologi Agama
3.      Mengetahui apa saja dasar Psikologi Agama
4.      Mengetahui apa tujuan Psikologi Agama
5.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Fase Pranatal
6.      Mengetahui apa saja Tahap Perkembangan Prakelahiran 

BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Psikologi Agama
Psikologi agama terdiri dari kata psikologi dan agama. Psikologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa inggris, yaitu “Psychology”. Istilah ini pada mulanya berasal dari kata dalam bahasa yunani “Psyche”, yang berarti roh, jiwa atau daya hidup, dan “logos" yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah “psychology” berarti ilmu jiwa.[1]
Sedangkan agama bukanlah ilmu dalam pengertian kajian ilmiah. Agama merupakan suatu aturan yang menyangkut cara-cara bertingkah laku, berperasaan dan berkeyakinan secara khusus. Setidaknya agama menyangkut ke- ilahi-an. Maksudnya, agama menyangkut segala sesuatu yang bersifat ketuhanan.[2] Agama berasal dari kata latin “religio”, yang berarti obligation atau kewajiban. Agama dalam Encyclopedia of philosophy adalah kepercayaan kepada tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.[3]
Jadi, Psikologi agama merupakan ilmu jiwa yang khusus mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya.

B.            Ruang Lingkup Psikologi Agama
Berkaitan dengan ruang lingkup dari psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran agama yang berarti bagian atau segi agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah).[4]
Dijelaskan juga bahwa psikologi agama mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya.[5]
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri yang dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah agama lainnya.[6] Pernyataan Robert Thouless, memusatkan kajiannya pada agama, agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan menggunakan psikologi.
Menurut Zakiyah Daradjat (dalam buku Jalaluddin) ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama mengenai[7]:
1.      Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut serta dalam kehidupan beragama orang biasa (umum). Contoh: perasaan tenang, pasrah dan menyerah.
2.      Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya. Contohnya: kelegaan batin.
3.      Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati/ akhirat pada tiap-tiap orang.
4.      Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut  memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5.      Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya. Semua itu tercangakup dalam kesadaran beragama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience).

C.           Dasar Psikologi Agama
Dengan kepercayaan umat Islam bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadis merupakan sumber ilmu pengetahuan, maka dasar dari psikologi agama adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Sebagaimana Firman Allah SWT:
 
Artinya: “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam Keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang besar.” (QS. Ali ‘Imran: 179)

Ada dua alasan mendasar mengapa kita perlu menghadirkan psikologi islami atau psikologi agama. Alasan yang paling utama adalah karena Islam mempunyai pandangan-pandangan sendiri tentang manusia. Al-Qur’an, sumber utama agama Islam, adalah kitab petunjuk, didalamnya banyak terdapat rahasia mengenai manusia. Allah sebagai pencipta manusia, tentu tahu secara nyata dan pasti tentang siapa manusia. Lewat Al-Qur’an, Allah memberitahukan rahasia-rahasia tentang manusia. Karenanya, kalau kita ingin tahu manusia lebih nyata dan sungguh-sungguh, maka Al-Qur’an adalah sumber yang selayaknya dijadikan acuan utama.

D.           Tujuan Psikologi Agama
Psikologi agama memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1.      Psikologi islam untuk kesejahtraan seluruh umat
2.      Memprediksi prilaku manusia, mengontrol, dan mengarahkan perilaku
3.      Membangun ilmu dengan visi Islam
4.      Agama sebagai dasar pembentukan ilmu.
Psikologi agama disusun dengan memakai Al-Qur’an sebagai acuan utamanya. Sementara Al-Quran sendiri diturunkan bukan semata-mata untuk kebaikan umat Islam, tetapi untuk kebaikan umat manusia seluruhnya.
!9# 4 ë=»tGÅ2 çm»oYø9tRr& y7øs9Î) yl̍÷çGÏ9 }¨$¨Z9$# z`ÏB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ÈbøŒÎ*Î/ óOÎgÎn/u 4n<Î) ÅÞºuŽÅÀ ̓Íyèø9$# ÏÏJptø:$# ÇÊÈ  
Artinya: “Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
Oleh karena itu, dengan sederhana dapat dikatakan bahwa psikologi agama
dibangun dengan arahan untuk kesejahteraan umat.
Pengembangan psikologi agama tidak terlepas dari apa yang kita sebut sebagai tugas kekhalifahan manusia, yaitu rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil alamin). Tujuan pengembangan psikologi agama pada ujung-ujungnya adalah memecahkan problem dan mengembangkan potensi individu dan memahami pola hidup mereka.
Dengan demikian walau dasar utama pengembangan psikologi agama adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis sehingga ada kesan hanya untuk umat Islam namun arah dari usaha ini adalah meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
Lebih dari itu, psikologi agama memiliki tugas yang berfungsi untuk menerangkan, memprediksi, mengontrol, dan terutama mengarahkan manusia untuk mencapai ridhonya.
Dengan demikian kehadiran psikologi agama dipenuhi dengan suatu misi besar yaitu menyelamatkan manusia dan mengantarkan manusia untuk memenuhi kecendrungan alaminya untuk kembali padanya dan mendapatkan ridhanya. Karena tugas final psikologi agama itu menyelamatkan manusia, maka psikologi harus memanfaatkan ajaran-ajaran agama.[8]

E.            Fase Prenatal
Pengertian pranatal dalam istilah kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti “pra-lahir” atau “sebelum lahir”. Istilah tersebut digunakan sebagai sebutan bagi anak yang masih berada dalam kandungan. Kehidupan baru mulai dengan bersatunya sel seka pria dan sel seks wanita. Kedua sel seks ini dikembangkan dalam alat-alat reproduksi, yaitu gonad. Sel-sel seks pria, spermatozoa diproduksi dalam gonad pria, sedangkan sel-sel seks wanita yaitu ovum, diproduksi dalam gonad wanita, yaitu indung telur ovarium.[9] Jadi dengan kata lain pranatal (sebelum lahir) dimulai dari masa konsepsi sampai proses kelahiran, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari.
Menurut perspektif Islam, kehidupan manusia telah dimulai pada saat sebelum lahir. Manusia memiliki ruh yang telah hidup sebelum saat kelahirannya di dunia. Pada satu hari, yang disebut hari mitsaq, seluruh ruh manusia berkumpul untuk mengucapkan kesaksian mengakui keesaan dan ketuhanan Allah.[10]
Ibn Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda, “Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari (asal sperma), kemudian menjadi segumpal darah bekuitu pun selama 40 hari, selanjutnya mejadi segenggam daging juga 40 hari. Selanjutnya Allah Swt., mengutus seorang malaikat, maka ia pun meniupkan ruh ke dalam tubuhnya. Malaikat ini diperintah mencatat (menetapkan) empat hal, yaitu mengenai rezekinya, amalnya, celakanya dan bahagianya,” (HR Bukhari dan Muslim).
Penjelasan Rasulullah Saw., tentang proses kejadian anak di dalam perut dikuatkan pula oleh Al-Qur’an, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS Al-Mukminun [23]: 12-14).
Periode ini adalah saat di mana sifat bawaan dan jenis kelamin individu ditentukan; di mana kondisi-kondisi dalam tubuh ibu dapat mendorong atau mengganggu pola perkembangan prenatal, di mana pertumbuhan dan perkembangan secara proporsional lebih besar daripada dalam periode-periode lain; ketika terdapat banyak bahaya fisik maupun psikologis; dan saat orang-orang yang berarti membentuk sikap individu yang baru tercipta.
Para ulama menganjurkan kepada ibu-ibu yang sedang hamil dan suaminya untuk selalu mendekatkan diri pada Allah Swt. dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, membaca kalimat-kalimat thayyibah (yang baik), melakukan shalat malam dan memohon kepada Allah Swt., agar anak yang akan dilahirkan nanti menjadi anak yang saleh, sehat jasmani maupun rohaninya.[11]

F.            Tahap Perkembangan Prakelahiran
Perkembanga prakelahiran dibagi menjadi tiga periode, yaitu: germinal, embrionik, dan fetal.
1.      Tahap Germinal
Tahap germinal adalah periode perkembangan prakelahiran yang terjadi pada dua minggu pertama setelah pembuahan. Ini meliputi pembentukan telur yang dibuahi, disebut zigot, pembelahan sel, dan melekatnya zigot pada dinding rahim.[12] Tahap germinal merupakan awal kehidupan manusia. Proses ini dimulai ketika sperma melakukan penetrasi terhadap telur dalam proses pembuahan, yang normalnya terjadi akibat hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Pada tahap ini zigot dibentuk.
Dalam berbagai ayat Al-Qur’an dinyatakan bahwa manusia pada awal perkembangannya diciptakan dari tetesan (nutfah), misalnya dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:
bukanlah dulu ia adalah tetesan (nutfah) yang ditumpahkan (kedalam rahim). Kemudian tetesan itu menjadi segumpal darah (alaqah), lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 37-38).

Dan Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Dari tetesan (nutfah) yang dipancarkan” (QS. An-Najm [53]: 45-46).

Tetesan (nutfah) semula diinterprestasi sebagai air mani (sperma atau spermatozoon). Namun interprestasi yang lebih tepat barangkali zigot yang dibuahi dalam rahim.  

2.      Tahap Embrio
Tahap embrio disebut sebagai tahap kedua, berlangsung lima setengah minggu. Tahap embrio mulai ketika zigot telah tertanam baik pada dinding rahim. Dalam tahap ini, sistem dan organ dasar bayi mulai terbentuk dari susunan sel. Meskipun bentuk luar masih jauh berbeda dibandingkan manusia dewasa, beberapa bentuk seperti mata dan tangan, bahkan telinga dan kaki mulai dapat dikenali.
Al-Qur’an juga telah membahas proses perkembangan embriologis tahap demi tahap pada periode ini. Menurut Al-qur’an tetesan (nutfah) kemudian berkembang menjadi alaqah, seperti berikut ini:
kemudian tetesan (nutfah) itu menjadi alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 38-39).
Alaqah dalam bahasa Arab mengandung pengertian “sesuatu yang menggantung, struktur yang mirip lintah”.

3.      Tahap Fetal
Memasuki tahap ketiga dari kehamilan, embrio disebut fetus. Tahap ini berlangsung sekitar 30 minggu, mulai dari minggu kedelapan kehamilan dan berakhir sampai saat lahir. Dalam tahap ini, wajah, tangan dan kaki fetus mulai terlihat berbeda dan fetus tampak dalam bentuk manusia. Selain itu, otak juga telah terbentuk, dan mulai menjadi lebih kompleks dalam beberapa bulan.
Dalam surat Al-Mukminun, Al-Qur’an menggambarkan perubahan bentuk dari tahap embrio menuju tahap fetal sebagai berikut:
… selanjutnya kami jadikan makhluk yang berbentuk lain dari yang sebelumnya. Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mukminun [23]: 14).

Dalam tahap fetal, bentuk manusia telah dapat dikenali, berbeda daripada tahap embrio yang lebih menyerupai segumpal daging.
Lebih lanjut perkembangan manusia diterangkan dalam dalam ayat Al-Qur’an sebagaimana berikut ini:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh-Nya, dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, perasaan, dan pemahaman. (Tetapi) kamusedikit sekali bersyukur.” (QS. Al-Sajdah [32]: 29).

Bagian ini menunjukkan urutan diferensiasi sel dalam pembentukan alat indera khusus untuk pendengaran, penglihatan, perasaan dan pemahaman dengan tepat.
Menurut perspektif Islam, suratan takdir juga telah mulai ditentukan pada saat manusia masih dalam proses kehamilan.

BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Psikologi agama merupakan ilmu jiwa yang khusus mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya.
Psikologi agama memiliki beberapa tujuan, yaitu:
5.      Psikologi islam untuk kesejahtraan seluruh umat
6.      Memprediksi prilaku manusia, mengontrol, dan mengarahkan perilaku
7.      Membangun ilmu dengan visi Islam
8.      Agama sebagai dasar pembentukan ilmu.
Psikologi agama disusun dengan memakai Al-Qur’an sebagai acuan utamanya. Sementara Al-Quran sendiri diturunkan bukan semata-mata untuk kebaikan umat Islam, tetapi untuk kebaikan umat manusia seluruhnya.
Pengertian pranatal dalam istilah kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti “pra-lahir” atau “sebelum lahir”. Istilah tersebut digunakan sebagai sebutan bagi anak yang masih berada dalam kandungan.
Penjelasan Rasulullah Saw., tentang proses kejadian anak di dalam perut dikuatkan pula oleh Al-Qur’an, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS Al-Mukminun [23]: 12-14).
Periode ini adalah saat di mana sifat bawaan dan jenis kelamin individu ditentukan; di mana kondisi-kondisi dalam tubuh ibu dapat mendorong atau mengganggu pola perkembangan prenatal, di mana pertumbuhan dan perkembangan secara proporsional lebih besar daripada dalam periode-periode lain; ketika terdapat banyak bahaya fisik maupun psikologis; dan saat orang-orang yang berarti membentuk sikap individu yang baru tercipta.
Para ulama menganjurkan kepada ibu-ibu yang sedang hamil dan suaminya untuk selalu mendekatkan diri pada Allah Swt. dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, membaca kalimat-kalimat thayyibah (yang baik), melakukan shalat malam dan memohon kepada Allah Swt., agar anak yang akan dilahirkan nanti menjadi anak yang saleh, sehat jasmani maupun rohaninya.


B.            Kritik dan Saran
Alhamdulillah kami panjatkan sebagai implementasi rasa syukur kami atas selesainya makalah Ilmu Jiwa Agama ini. Namun dengan selesainya bukan berarti telah sempurna, karena kami sebagai manusia, sadar bahwa dalam diri kami tersimpan berbagai sifat kekurangan dan ketidak sempurnaan yang tentunya sangat mempengaruhi terhadap kinerja kami.
Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami perlukan guna penyempurnaan dalam tugas berikutnya dan dijadikan suatu pertimbangan dalam setiap langkah sehingga kami terus termotivasi ke arah yang lebih baik.






DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Djamaludin, Ancok, Fuat Nashori, Suroso. 1994. Psikologi Islami Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hartati, Netty. 2005. Islam dan Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hasan, Aliah B. Purwakania. 2006. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Istiwidayanti dan Soedjarwo. 1980. Developmental Psychology. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Jalaluddin. 2012. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers.
Nurhidayah, Yayah. 2012. Makalah Pengertian Psikologi Agama. Indramayu. http://adenurhidayah.blogspot.com/2012/04/makalah-pengertian-psikologi-agama.html (diakses pada tanggal 19 Maret 2013).
Ramayulis. 2002. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Syuaeb, Hadi. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Solo: Sendang Ilmu.


[1]Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 1.
[2]Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 5.
[3]Yayah Nurhidayah, Makalah Pengertian Psikologi Agama, (Indramayu: 2012), http://adenurhidayah.blogspot.com/2012/04/makalah-pengertian-psikologi-agama.html (diakses pada tanggal 19 Maret 2013).
[5]Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 17.
[6]Otonom adalah hak yang diberikan pemerintah pusat untuk mengatur daerahnya sendiri. (Hadi Syuaeb, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Solo: Sendang Ilmu), hlm 352.)
[7]Op. Cit, Jalaluddin. Hal. 16.
[8]Djamaludin, Ancok, Fuat Nashori, Suroso, Psikologi Islami Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm.  149.
[9]Istiwidayanti dan Soedjarwo, Developmental Psychology, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1980), hlm. 29.
[10]Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 73.
[11]Netty Hartati, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 22.
[12]John W Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2007), hlm. 119.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Perilaku Individu dan Kelompok dalam Organisasi

Makalah Supervisi Pendidikan

Makalah Latar Belakang dan Tujuan Pendidikan, serta Social Demand Approach