Makalah Ilmu Jiwa Agama
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia memiliki
bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia
terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena
manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia
merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha
kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbagan
manusia dilandasi kepercayan beragama. sikap orang dewasa dalam beragama sangat
menonjol jika, kebutuaan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kesetabilan
hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah
kesetabilan yang statis. adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan
pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah
laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas
nilai-nilai yang dipilihnya.
Dalam syari’at
Islam masalah pemilihan jodoh sudah diatur sedemikian rupa. Jika mereka yag
sedang mencari jodoh hendaknya menerapkan atau mempraktikan apa yang diajarkan
dalam syari’at Islam, maka perkawinan akan berada di puncak keharmonisan,
kecintaan, dan keserasian, serta kenyamanan dalam beribadah.
Aspek yang
sangat penting bagi janin sebelum lahir di dunia nyata sebenarya adalah naluri
agama. Naluri agama sudah ada sejak janin belum lahir di dunia. Hendaknya orang
tua selalu mendekatkan diri kepada Tuhan yang nantinya akan berpengaruh pada
janin yang dikandungnya.
B.
Permasalahan
1. Apa
yang dimaksud dengan Psikologi Agama?
2. Apa
ruang lingkup Psikologi Agama?
3. Apa
saja dasar Psikologi Agama?
4. Apa
tujuan Psikologi Agama?
5. Apa
yang dimaksud dengan Fase Pranatal?
6. Apa
saja Tahap Perkembangan Prakelahiran?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan Psikologi Agama
2. Mengetahui
apa ruang lingkup Psikologi Agama
3. Mengetahui
apa saja dasar Psikologi Agama
4. Mengetahui
apa tujuan Psikologi Agama
5. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan Fase Pranatal
6. Mengetahui
apa saja Tahap Perkembangan Prakelahiran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Psikologi Agama
Psikologi agama
terdiri dari kata psikologi dan agama. Psikologi merupakan sebuah istilah yang
berasal dari bahasa inggris, yaitu “Psychology”.
Istilah ini pada mulanya berasal dari kata dalam bahasa yunani “Psyche”, yang berarti roh, jiwa atau
daya hidup, dan “logos" yang
berarti ilmu. Jadi, secara harfiah “psychology”
berarti ilmu jiwa.[1]
Sedangkan agama
bukanlah ilmu dalam pengertian kajian ilmiah. Agama merupakan suatu aturan yang
menyangkut cara-cara bertingkah laku, berperasaan dan berkeyakinan secara
khusus. Setidaknya agama menyangkut ke- ilahi-an.
Maksudnya, agama menyangkut segala sesuatu yang bersifat ketuhanan.[2] Agama berasal dari kata latin “religio”, yang berarti obligation atau
kewajiban. Agama dalam Encyclopedia of
philosophy adalah kepercayaan kepada tuhan yang selalu hidup, yakni kepada
jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral
dengan umat manusia.[3]
Jadi, Psikologi agama merupakan ilmu jiwa yang khusus
mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang
dianutnya.
B.
Ruang
Lingkup Psikologi Agama
Berkaitan dengan ruang lingkup dari psikologi agama, maka
ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran agama yang berarti bagian atau segi
agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan aspek mental dari aktivitas
agama, dan pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama
yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan
(amaliah).[4]
Dijelaskan juga bahwa psikologi agama mempelajari kesadaran
agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan
agama orang itu dalam hidupnya.[5]
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki
ruang lingkup pembahasannya tersendiri yang dibedakan dari disiplin ilmu yang
mempelajari masalah agama lainnya.[6]
Pernyataan Robert Thouless, memusatkan kajiannya pada agama, agama yang hidup
dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat
pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan menggunakan psikologi.
Menurut Zakiyah Daradjat (dalam buku Jalaluddin) ruang
lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama mengenai[7]:
1. Bermacam-macam emosi yang menjalar
di luar kesadaran yang ikut serta dalam kehidupan beragama orang biasa (umum).
Contoh: perasaan tenang, pasrah dan menyerah.
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman
seseorang secara individual terhadap Tuhannya. Contohnya: kelegaan batin.
3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis
pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati/ akhirat pada tiap-tiap
orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran
dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan
neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap
dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana
pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya. Semua
itu tercangakup dalam kesadaran beragama (religious
consciousness) dan pengalaman agama (religious
experience).
C.
Dasar Psikologi Agama
Dengan kepercayaan umat Islam bahwa
Al-Qur’an dan Al-Hadis merupakan sumber ilmu pengetahuan, maka dasar dari
psikologi agama adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Sebagaimana
Firman Allah SWT:
Artinya:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman dalam Keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia
menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali
tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah
memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. karena itu
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa,
Maka bagimu pahala yang besar.” (QS. Ali ‘Imran: 179)
Ada dua alasan mendasar mengapa kita perlu menghadirkan
psikologi islami atau psikologi agama. Alasan yang paling utama adalah karena Islam
mempunyai pandangan-pandangan sendiri tentang manusia. Al-Qur’an, sumber utama
agama Islam, adalah kitab petunjuk, didalamnya banyak terdapat rahasia mengenai
manusia. Allah sebagai pencipta manusia, tentu tahu secara nyata dan pasti
tentang siapa manusia. Lewat Al-Qur’an, Allah memberitahukan rahasia-rahasia
tentang manusia. Karenanya, kalau kita ingin tahu manusia lebih nyata dan
sungguh-sungguh, maka Al-Qur’an adalah sumber yang selayaknya dijadikan acuan
utama.
D.
Tujuan Psikologi Agama
Psikologi
agama memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Psikologi islam untuk kesejahtraan
seluruh umat
2. Memprediksi prilaku manusia,
mengontrol, dan mengarahkan perilaku
3. Membangun ilmu dengan visi Islam
4. Agama sebagai dasar pembentukan ilmu.
Psikologi agama disusun dengan memakai Al-Qur’an sebagai
acuan utamanya. Sementara Al-Quran sendiri diturunkan bukan semata-mata untuk
kebaikan umat Islam, tetapi untuk kebaikan umat manusia seluruhnya.
!9# 4 ë=»tGÅ2 çm»oYø9tRr& y7øs9Î) ylÌ÷çGÏ9 }¨$¨Z9$# z`ÏB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ÈbøÎ*Î/ óOÎgÎn/u 4n<Î) ÅÞºuÅÀ ÍÍyèø9$# ÏÏJptø:$# ÇÊÈ
Artinya:
“Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang
Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita
kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan
Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”
Oleh karena itu, dengan sederhana dapat dikatakan bahwa
psikologi agama
dibangun
dengan arahan untuk kesejahteraan umat.
Pengembangan psikologi agama tidak terlepas dari apa yang
kita sebut sebagai tugas kekhalifahan manusia, yaitu rahmat bagi sekalian alam
(rahmatan lil alamin). Tujuan
pengembangan psikologi agama pada ujung-ujungnya adalah memecahkan problem dan mengembangkan
potensi individu dan memahami pola hidup mereka.
Dengan demikian walau dasar utama pengembangan psikologi
agama adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis sehingga ada kesan hanya untuk umat Islam
namun arah dari usaha ini adalah meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
Lebih dari itu, psikologi agama memiliki tugas yang
berfungsi untuk menerangkan, memprediksi, mengontrol, dan terutama mengarahkan
manusia untuk mencapai ridhonya.
Dengan demikian kehadiran psikologi agama dipenuhi dengan
suatu misi besar yaitu menyelamatkan manusia dan mengantarkan manusia untuk
memenuhi kecendrungan alaminya untuk kembali padanya dan mendapatkan ridhanya.
Karena tugas final psikologi agama itu menyelamatkan manusia, maka psikologi
harus memanfaatkan ajaran-ajaran agama.[8]
E.
Fase Prenatal
Pengertian
pranatal dalam istilah kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti “pra-lahir” atau “sebelum lahir”. Istilah tersebut digunakan sebagai sebutan bagi
anak yang masih berada dalam kandungan. Kehidupan baru mulai dengan bersatunya
sel seka pria dan sel seks wanita. Kedua sel seks ini dikembangkan dalam
alat-alat reproduksi, yaitu gonad.
Sel-sel seks pria, spermatozoa
diproduksi dalam gonad pria, sedangkan sel-sel seks wanita yaitu ovum, diproduksi dalam gonad wanita,
yaitu indung telur ovarium.[9]
Jadi dengan kata lain pranatal (sebelum lahir) dimulai dari masa konsepsi
sampai proses kelahiran, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari.
Menurut
perspektif Islam, kehidupan manusia telah dimulai pada saat sebelum lahir.
Manusia memiliki ruh yang telah hidup sebelum saat kelahirannya di dunia. Pada
satu hari, yang disebut hari mitsaq,
seluruh ruh manusia berkumpul untuk mengucapkan kesaksian mengakui keesaan dan
ketuhanan Allah.[10]
Ibn Mas’ud
berkata bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda, “Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut
ibunya selama 40 hari (asal sperma), kemudian menjadi segumpal darah bekuitu
pun selama 40 hari, selanjutnya mejadi segenggam daging juga 40 hari.
Selanjutnya Allah Swt., mengutus seorang malaikat, maka ia pun meniupkan ruh ke
dalam tubuhnya. Malaikat ini diperintah mencatat (menetapkan) empat hal, yaitu
mengenai rezekinya, amalnya, celakanya dan bahagianya,” (HR Bukhari dan
Muslim).
Penjelasan
Rasulullah Saw., tentang proses kejadian anak di dalam perut dikuatkan pula
oleh Al-Qur’an, “Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik. (QS Al-Mukminun [23]: 12-14).
Periode ini
adalah saat di mana sifat bawaan dan jenis kelamin individu ditentukan; di mana
kondisi-kondisi dalam tubuh ibu dapat mendorong atau mengganggu pola
perkembangan prenatal, di mana pertumbuhan dan perkembangan secara proporsional
lebih besar daripada dalam periode-periode lain; ketika terdapat banyak bahaya
fisik maupun psikologis; dan saat orang-orang yang berarti membentuk sikap
individu yang baru tercipta.
Para ulama
menganjurkan kepada ibu-ibu yang sedang hamil dan suaminya untuk selalu
mendekatkan diri pada Allah Swt. dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, membaca
kalimat-kalimat thayyibah (yang
baik), melakukan shalat malam dan memohon kepada Allah Swt., agar anak yang
akan dilahirkan nanti menjadi anak yang saleh, sehat jasmani maupun rohaninya.[11]
F.
Tahap Perkembangan
Prakelahiran
Perkembanga prakelahiran dibagi
menjadi tiga periode, yaitu: germinal,
embrionik, dan fetal.
1.
Tahap Germinal
Tahap
germinal adalah periode perkembangan prakelahiran yang terjadi pada dua minggu
pertama setelah pembuahan. Ini meliputi pembentukan telur yang dibuahi, disebut
zigot, pembelahan sel, dan melekatnya
zigot pada dinding rahim.[12]
Tahap germinal merupakan awal kehidupan manusia. Proses ini dimulai ketika
sperma melakukan penetrasi terhadap telur dalam proses pembuahan, yang
normalnya terjadi akibat hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Pada
tahap ini zigot dibentuk.
Dalam
berbagai ayat Al-Qur’an dinyatakan bahwa manusia pada awal perkembangannya
diciptakan dari tetesan (nutfah),
misalnya dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:
“bukanlah dulu ia adalah tetesan (nutfah)
yang ditumpahkan (kedalam rahim). Kemudian tetesan itu menjadi segumpal darah
(alaqah), lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya.” (QS. Al-Qiyamah
[75]: 37-38).
“Dan Dialah yang menciptakan
berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Dari tetesan (nutfah) yang
dipancarkan” (QS. An-Najm [53]: 45-46).
Tetesan (nutfah) semula diinterprestasi sebagai
air mani (sperma atau spermatozoon).
Namun interprestasi yang lebih tepat barangkali zigot yang dibuahi dalam rahim.
2.
Tahap Embrio
Tahap embrio
disebut sebagai tahap kedua, berlangsung lima setengah minggu. Tahap embrio
mulai ketika zigot telah tertanam baik pada dinding rahim. Dalam tahap ini,
sistem dan organ dasar bayi mulai terbentuk dari susunan sel. Meskipun bentuk
luar masih jauh berbeda dibandingkan manusia dewasa, beberapa bentuk seperti
mata dan tangan, bahkan telinga dan kaki mulai dapat dikenali.
Al-Qur’an
juga telah membahas proses perkembangan embriologis tahap demi tahap pada
periode ini. Menurut Al-qur’an tetesan (nutfah)
kemudian berkembang menjadi alaqah, seperti
berikut ini:
“kemudian tetesan (nutfah) itu menjadi
alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 38-39).
Alaqah dalam bahasa Arab mengandung
pengertian “sesuatu yang menggantung, struktur yang mirip lintah”.
3.
Tahap Fetal
Memasuki
tahap ketiga dari kehamilan, embrio disebut fetus. Tahap ini berlangsung
sekitar 30 minggu, mulai dari minggu kedelapan kehamilan dan berakhir sampai
saat lahir. Dalam tahap ini, wajah, tangan dan kaki fetus mulai terlihat
berbeda dan fetus tampak dalam bentuk manusia. Selain itu, otak juga telah
terbentuk, dan mulai menjadi lebih kompleks dalam beberapa bulan.
Dalam surat Al-Mukminun,
Al-Qur’an menggambarkan perubahan bentuk dari tahap embrio menuju tahap fetal
sebagai berikut:
“… selanjutnya kami jadikan makhluk yang
berbentuk lain dari yang sebelumnya. Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik.”
(QS. Al-Mukminun [23]: 14).
Dalam tahap
fetal, bentuk manusia telah dapat dikenali, berbeda daripada tahap embrio yang
lebih menyerupai segumpal daging.
Lebih lanjut
perkembangan manusia diterangkan dalam dalam ayat Al-Qur’an sebagaimana berikut
ini:
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalam tubuhnya roh-Nya, dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan,
perasaan, dan pemahaman. (Tetapi) kamusedikit sekali bersyukur.” (QS.
Al-Sajdah [32]: 29).
Bagian ini
menunjukkan urutan diferensiasi sel dalam pembentukan alat indera khusus untuk
pendengaran, penglihatan, perasaan dan pemahaman dengan tepat.
Menurut perspektif Islam, suratan
takdir juga telah mulai ditentukan pada saat manusia masih dalam proses
kehamilan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Psikologi agama merupakan ilmu jiwa
yang khusus mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari
keyakinan yang dianutnya.
Psikologi
agama memiliki beberapa tujuan, yaitu:
5. Psikologi islam untuk kesejahtraan
seluruh umat
6. Memprediksi prilaku manusia,
mengontrol, dan mengarahkan perilaku
7. Membangun ilmu dengan visi Islam
8. Agama sebagai dasar pembentukan ilmu.
Psikologi agama disusun dengan memakai Al-Qur’an sebagai
acuan utamanya. Sementara Al-Quran sendiri diturunkan bukan semata-mata untuk
kebaikan umat Islam, tetapi untuk kebaikan umat manusia seluruhnya.
Pengertian
pranatal dalam istilah kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti “pra-lahir” atau “sebelum lahir”. Istilah tersebut digunakan sebagai sebutan bagi
anak yang masih berada dalam kandungan.
Penjelasan
Rasulullah Saw., tentang proses kejadian anak di dalam perut dikuatkan pula
oleh Al-Qur’an, “Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik. (QS Al-Mukminun [23]: 12-14).
Periode ini
adalah saat di mana sifat bawaan dan jenis kelamin individu ditentukan; di mana
kondisi-kondisi dalam tubuh ibu dapat mendorong atau mengganggu pola
perkembangan prenatal, di mana pertumbuhan dan perkembangan secara proporsional
lebih besar daripada dalam periode-periode lain; ketika terdapat banyak bahaya
fisik maupun psikologis; dan saat orang-orang yang berarti membentuk sikap
individu yang baru tercipta.
Para ulama
menganjurkan kepada ibu-ibu yang sedang hamil dan suaminya untuk selalu
mendekatkan diri pada Allah Swt. dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, membaca
kalimat-kalimat thayyibah (yang
baik), melakukan shalat malam dan memohon kepada Allah Swt., agar anak yang
akan dilahirkan nanti menjadi anak yang saleh, sehat jasmani maupun rohaninya.
B.
Kritik
dan Saran
Alhamdulillah kami panjatkan sebagai
implementasi rasa syukur kami atas selesainya makalah Ilmu Jiwa Agama ini.
Namun dengan selesainya bukan berarti telah sempurna, karena kami sebagai
manusia, sadar bahwa dalam diri kami tersimpan berbagai sifat kekurangan dan
ketidak sempurnaan yang tentunya sangat mempengaruhi terhadap kinerja kami.
Oleh karena itu, saran serta kritik
yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami perlukan guna penyempurnaan
dalam tugas berikutnya dan dijadikan suatu pertimbangan dalam setiap langkah
sehingga kami terus termotivasi ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita.
2010. Psikologi Perkembangan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Djamaludin,
Ancok, Fuat Nashori, Suroso. 1994. Psikologi
Islami Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hartati, Netty.
2005. Islam dan Psikologi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Hasan, Aliah B.
Purwakania. 2006. Psikologi Perkembangan
Islami. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hmi
Komisariat Stai Sukabumi. 2010. Pengertian dan Ruang Lingkup
Psikologi Belajar Agama, Sukabumi http://hmistaisukabumi.blogspot.com/2010/11/pengertian-dan-ruang-lingkup-psikologi.html
(diakses pada tanggal 19 Maret 2013).
Istiwidayanti dan
Soedjarwo. 1980. Developmental Psychology.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Jalaluddin. 2012. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers.
Nurhidayah,
Yayah. 2012. Makalah Pengertian Psikologi
Agama. Indramayu. http://adenurhidayah.blogspot.com/2012/04/makalah-pengertian-psikologi-agama.html
(diakses pada tanggal 19 Maret 2013).
Ramayulis.
2002. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam
Mulia.
Santrock,
John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: PT. Gelora
Aksara Pratama.
Syuaeb, Hadi.
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Solo:
Sendang Ilmu.
[1]Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.
1.
[2]Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 5.
[3]Yayah Nurhidayah, Makalah Pengertian Psikologi Agama,
(Indramayu: 2012), http://adenurhidayah.blogspot.com/2012/04/makalah-pengertian-psikologi-agama.html (diakses pada tanggal 19 Maret
2013).
[4]Hmi
Komisariat Stai Sukabumi, Pengertian dan Ruang Lingkup
Psikologi Belajar Agama, (Sukabumi: 2010), http://hmistaisukabumi.blogspot.com/2010/11/pengertian-dan-ruang-lingkup-psikologi.html
(diakses pada tanggal 19 Maret 2013).
[5]Jalaluddin, Psikologi Agama,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 17.
[6]Otonom adalah hak yang diberikan
pemerintah pusat untuk mengatur daerahnya sendiri. (Hadi Syuaeb, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Solo:
Sendang Ilmu), hlm 352.)
[8]Djamaludin, Ancok, Fuat Nashori,
Suroso, Psikologi Islami Solusi Islam
Atas Problem-problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm.
149.
[9]Istiwidayanti dan Soedjarwo, Developmental Psychology, (Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama, 1980), hlm. 29.
[10]Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 73.
[11]Netty Hartati, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005), hlm. 22.
[12]John W Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: PT. Gelora
Aksara Pratama, 2007), hlm. 119.
Komentar
Posting Komentar